Tuesday, February 01, 2005

Kitab yang Menyebutkan Dirimu



Dalam rentang petang yang hampir purna. Menjelang satu waktu yang dilarang seseorang melakukan shalat sunah. Ia duduk di shaf terdepan, ditinggal sendirian oleh jamaah lain yang sudah kembali beraktivitas usai shalat Ashar. Sayang, matahari tak merelakan sinarnya dinikmati barang sesaat. Ia tertutup awan kelabu semenjak Zuhur menggema. Angin musim dingin membuatnya harus menutup rapat jaketnya sampai leher. Ia sebenarnya tak ingin berlama-lama di masjid ini. Ibadah berantai baru saja dilakukannya, mulai shalat sunah, shalat berjamaah, berdoa, lalu sekarang: "Nawaitu 'itikafa lillahi ta'ala" dalam hati ia berniat.
Setengah jam sudah berlalu, tapi ia belum menemukan juga apa yang dicarinya. Kakinya mulai kaku karena karpet warna hijau lumut itu tak sanggup memberinya kehangatan. Pipinya yang berwarna putih berubah kemerahan disebabkan darah yang tak lancar. Pikirannya kini kembali tak menentu, padahal besok ia harus ujian pelajaran tafsir. Pikirannya bercabang kemana-mana; hutang yang belum terbayar, beasiswa yang terhenti, persiapan ujian mid semester yang berantakan dan pertanyaan ibunya: "kapan mau pulang?" Buku psikologi yang kerap dibacanya tak dapat membantu. Teori-teori modern pengembangan diri juga tak mampu memberikan solusi kini. Hatinya tetap gelisah, pikirannya kalut. Ia akhirnya menyerah, karena ketenangan yang dicarinya tak kunjung datang. Ia bergegas pulang, ke kamar kostnya yang tak jauh dari masjid.
Sesampai dikamar ia buka catatan hariannya, ingatannya tertuju pada tulisan refleksinya tentang keajaiban Al-qur'an. Diejanya pelan tulisan itu: "Para sahabat dulu mempunyai perasaan yang tinggi dengan Al-Qur'an. Setiap masalah, kegoncangan jiwa, kesedihan, obatnya hanya satu yaitu Al-Qur'an." Ia berhenti sejenak meresapi apa yang dibacanya. Lalu berlanjut, "Seorang sahabat Ahnaf Bin Qais punya kebiasaan menarik, sebelum membaca Al-Qur'an, selalu terlebih dahulu ia membaca surat Al Anbiya ayat 10, 'sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu tiada memahaminya?' lalu ia mulai membaca Al-Qur'an dan menemukan dirinya". Hatinya terjaga begitu selesai membaca paragraf itu.
Tapi setan membisikkan keraguan dalam dadanya. Benarkah dalam kalamullah itu ada dirinya? Adakah tempat di mana kegersangan jiwa yang dihadapinya mendapat solusi? Sesaat kemudian, keyakinannya menguat, Al-Qur'an adalah obat apa yang ada di dalam dada. Maka ia pun bergegas berwudhu dengan menghadirkan hati, lekuk demi lekuk ia basuh dengan penghayatan. Usai berwudhu ia melakukan shalat sunah dua rakaat, dan memohon dalam sujudnya agar ditunjukkan dalam Al-Qur'an setiap permasalahan yang membuat hatinya gundah. Al-Qur'an dibuka olehnya begitu saja dengan tanpa melihat suratnya.
Ia memulai tilawahnya pelan dengan menghadirkan segenap perasaan, konsentrasi, dan berusaha memahami ayat-ayat berbahasa Arab itu. Jenak-jenak jiwanya bergetar saat membaca ayat 86 surat Yusuf, yang merekam perkataan nabi Ya'kub AS, '...sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku...' "Benar, Aku memang tidak pernah mengadukan setiap masalah kepada Allah. Aku mungkin sombong." Lisannya berkata lirih.
Ia belum puas lalu melanjutkan bacaannya, jenak-jenak jiwanya kembali bergetar saat ia membaca surat Ar-Ra'd (Guruh) ayat 22, 'dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan yang baik...' "Ya Allah, betul. Aku memang belum bisa bersabar dengan baik. Aku sering marah hanya karena masalah kecil. Shalatku dan sedekahku belum sepenuhnya aku lakukan." Ia mengakui kekurangannya.
Tilawahnya berlanjut hingga getar jiwanya ditutup dengan ayat 28, '...orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah hati menjadi tentram." Setelah itu ia tak sanggup lagi membaca, butiran-butiran bening membasahi pipinya yang ditumbuhi cambang lebat. Ia terisak menangis, betapa benar yang disebutkan Aal-qur'an itu. Betapa kesibukan telah melalaikannya begitu jauh dari mengingat Allah, organisasi, dan bisnisnya yang sukses pelan-pelan telah menjauhkannya dari berzikir kepada Allah.
Tapi, diam-diam ia bersyukur. Kisah sahabat Ahnaf Bin Qais telah memberinya kepengalaman spiritual baru, dengan itu ia berniat meneladaninya. Jenak-jenak jiwanya kembali tenang. Namun, ingatannya kembali terjaga. Besok pagi ujian tafsir! Buku itu baru dibaca setengahnya. Ia bergerak meraihnya diatas meja.
Kemarin kawan saya menceritakan pengalamannya itu. Tanpa tanya yang banyak, saya langsung menyatakan tertarik dengan kisahnya itu. Darinya ada pertanyaan yang tidak bisa saya jawab, "Bagaimana perasaan Anda dengan Al-Qur'an?" Di dalam hati saya menjawab, "biasa-biasa saja." Tapi jawaban yang keluar justru lain, "Saya belum mampu mentadaburinya." Yang dibalas dengan senyum tipis oleh teman satu angkatan itu. Hari ini saat-saat kejenuhan memuncak, karena rutinas kuliah dan pekerjaan jurnalistik yang terus bertambah, dalam diam saya mencoba apa yang dilakukan sahabat Ahnaf Bin Qais itu, mengingat-ingat dalam hati dan jenak-jenak jiwa yang letih.
"Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu tiada memahaminya?"
*** 8 Wahran St., Rab'ah El Adawea, Nasr City M. Yayan Suryana Mahasiswa Universitas Al Azhar Kairo, jurusan Dakwah dan Wawasan keislaman.
From : eramuslim.com Publikasi: 31/01/2005 11:15 WIB

Ketundukkan Sebagai Konsekuensi Logis


Pada kenyatannya manusia merupakan kesatuan yang utuh dan totalitas yang tidak terbai-bagi, ia pun memiliki potensi kemerdekaan di mana ia bebas dalam melakukan pilihan – pilihan dialektis yang dihadapinya dengan resiko ditanggung sendiri. Resiko yang akan ditanggung termasuk resiko balasan di akhirat nanti.
Namun, selain Alloh memberikan kebebasan, Ia juga menjelaskan akibat-akibat logis yang akan diterima dari konsekuensi pilihan yang di ambil manusia. Firman Alloh dalam
qs. 2 : 256, Al Bayyinah : 5-8.
Selain memperoleh kebebasan dalam menentukan pilihan, ia juga bebas menentukan tujuan, cita-cita dan tindakan siyasah dalam memfungsikan potensu dirinya di dunia sebagai khalifah Alloh. Oleh sebab itu. Manusia dalam menerima atau menolak kehendak illahi tidak secara statis dan otomatis tetapi didasari kesengajaan dan sukarela serta merupakan proses keyakinan yang dinamis.
Seorang manusia harus terus berusaha menjadi orang yang lebih baik dengan tetap menyesuaikan diri dengan kehendak illahi. Oleh karena itu, sejalan dengan eksistensi dan misi otentiknya, manusia berkewajiban tunduk secara totalitas kepada Islam denagn cara melaksanakan kehendak2 Alloh. Sebab, nilai kemanusiaan yang sejati ditentukan oleh hubungannya dengan Zat Yang Maha Mutlak. Fungsi fisik dan psikis yang membentuk perilaku hidupnya dituntut untuk selalu menyelaraskan dengan hukum-hukum Alloh, baik yang ada dialam wahyuNya atau yang terkandung di dalam tata alam semesta. Wahyu yang telah diturunkan melalui nabi dan para rosulNya mengarahkan kemanusiaan mencapai kwalitas puncak yaitu ketaqwaan kepada Alloh SWT.
Sedangkan pengetahuan, hukum-hukum yang ada didalamnya, ancaman dan sangsi-sangsi yang diumumkan dapat meninggikan derajat kemanusiaan setinggi-tingginya. Untuk itu, ketundukkan yang total kepada islam merupakan syarat bagi keberlangsungan seseorang dalam memerankan fungsi khalifahnya dijalan Alloh yang menyebabkan ia terhindar dari jalan syaithon yang menjerumuskan manusia ke jurang kehinaan. Firman Alloh dalam qs. 2 : 208.
Dikarenakan manusia dalam melaksanakan tujuan dan misinya memiliki potensi kemerdekaan dan kebebasan, ia menjadi makhluk yang berpotensi untuk melakukan penyelewengan atau setidak-tidaknya terselewengkan dari batas-batas istikhlaf yang telah ditentukan oelh Tuhannya. Sebab, tidak mustahil kebebasan yang sejatinya merupakan anugrah illahi yang harus disyukuri justru mendorong seseorang berlaku sombong. Salah satu kesombongan yang dipicu oleh rasa kebebasan yang tak terkendali ialah keengganan untuk diatur dan ini dapat merosotkan nilai kemanusiaan seseorang serendah-rendahnya. Firman Alloh dalam qs. Al A’raf : 166.
Oleh karena itu, dalam menjalankan misi khalifah, manusia mutlak memerlukan “tata nilai dan hukum-hukum yang membentuk pemahaman, mengatur prilakunya, serta meninggikan harkat dan derajat kemanusiannya. Tata nilai dan hukum-hukum itu diperlukan demi memelihara keteraturan yang telah menjadi esensi semua ciptaan Alloh dan menjaga kefithrian manusia yang merupakan bagian utama tugas khalifahnya. Oleh sebab itu, hukum-hukum dan nilai-nilai ini harus bersifat komrehensif dan integral, sesuai watak dan kebutuhan manusia itu sendiri, serta dapat menjamin keteraturan dan kesejahteraannya. Hukum-hukum itulah yang disebut syariat yang meliputi segala aspek kehidupan dan keberadaannya dibutuhkan oleh manusia sepanjang zaman.
Ns : Buku Manusia & Kekhalifahan Kar.Abu Ridho.

Kayfa haluk...



Kayfa halukum…? How are you? Ni hao ma? Kumaha kabarna?Pripun kabare?Ba a kabanyo? Pha kabar semuanya? Semoga qt semua senantiasa dalam naungan perlindungan dan rahimNya,aamiin….

Bagi yang sedang diberikan amanah sakit, semoga diberikan kesabaran, kekuatan serta keikhlasan dalam menjalaninya sehingga bisa menjadi “pengurang” bilangan dosa2 & semoga Alloh lekas mengambilnya kembali.

Bagi yang sedang diberikan amanah “ujian” dari Alloh, semoga diberikan kemudahan, keikhlasan dan kesabaran dalam menjalaninya sehingga bisa mendapatkan “IP” cumlaude ketika “lulus” nanti…. Bagi yang sedang diberikan amanah kebahagian serta keberhasilan, semoga mampu “memanagenya” dengan baik dan menjadikan “pemotivator” untuk senantiasa bersyukur dan mengingat kepada yang telah memberikan segala ni’mat sehingga keni’matan itu akan berlipat ganda disuatu saat nanti…

Bagi yang sedang keleahan dalam berikhtiar untuk mencapai sesuatu, semogha lelah yang dirasakan menjadi “pemanis” ketika memetika “buah” hasilnya nanti, meski “buah” itu tidak sesuai dengan yang diharapkan. Dan bagi yang sedang “menanti” semoga lekas dipertemukan yang sedang di nanti ^_^….

Wal akhiru…. Semoga qt termasuk orang2 yang senantiasa bisa mengambil ibroh dari setiap detik2 perjalanan yang qt lalui sebagai bahan perbaikan diri selama dalam menjalankan amanah yang qt emban sebagai “Abdullah” dalam meniti hidayahNya tuk menggapai ridho dan cintaNya….